dipacarin
dipacarin.com

Memiliki sahabat merupakan hal indah yang didambakan banyak orang. Seperti jodoh, menemukannya nggak mudah apalagi mempertahankannya. Karena itu, sahabat harus dijaga baik-baik. Bukankah bersahabat juga suatu bentuk silaturrahim?

Menurut saya, sahabat sama dekatnya dengan keluarga. Ketika ada beberapa hal yang nggak dapat saya ceritakan pada keluarga, sahabat menjadi tempat saya mencurahkannya. Sahabat dapat menjaga apa pun setiap curahan kegamangan saya. Bahkan lebih dari itu. Saya juga sering mendapat solusi darinya.

Kalian punya sahabat? Berapa? Seberapa dekat kalian dengan sahabat?

Saat masih sekolah, teman yang diberi label ‘sahabat’ selalu berganti, seiring dengan naiknya jenjang pendidikan. Saya yakin kalian pasti juga punya. Teman-teman disebut sahabat ini tergabung dalam satu geng. Hayoo, benar nggak? Lalu bagaimana kabar teman satu geng kalian? Apakah hingga kini masih berhubungan atau tidak sama sekali?

keepo me
keepo.me

Sahabat Baik yang Selalu Ada

Saya ingin bercerita tentang satu dari beberapa sahabat dekat saya. Sebut saja dia Mawar. Dia adalah tetangga saya sekaligus teman sejak kelas satu sekolah dasar. Kami selalu ditempatkan di kelas yang sama. Bahkan ketika sekolah kami dipindah ke sekolah baru pun, ia masih satu kelas dengan saya. Kami berjuang beradaptasi bersama, berangkat dan pulang sekolah bersama, bermain di rumah bersama, bercerita mengenai berbagai hal, mandi di sungai bersama, dan yang lainnya. Tak ayal bila kami sangat dekat. Bahkan saya sudah menganggapnya sebagai keluarga sendiri.

Namun saya harus dipisahkan dengannya ketika kami ternyata tidak bisa sekolah di satu SMP yang sama. Memang letak sekolah kami tidak jauh satu sama lain. Tapi tetap saja kami kecewa. Saya bisa melihat kekecewaannya saat ia bercerita mengenai sekolah tempat ia mendaftar. Saya juga kecewa. Saya masih ingin menjalani masa SMP yang indah bersama sahabat sebaik dia. Saya ingin beradaptasi dengan sekolah baru dengannya seperti saat masih SD dulu. Tapi sayangnya tidak bisa.

Karena sudah tidak satu sekolah, intensitas kami bertemu berkurang, hanya saat di rumah saja. Kami sering bergantian main ke rumah. Lebih sering dia sih yang main ke rumah saya. Kami saling curhat di teras rumah saya, ditemani semilir angin dari sawah di kanan dan kiri rumah. Tak terasa, di setiap perbincangan kami sudah memakan banyak waktu.

Ketika Sahabat Mulai Melupakan

Singkat cerita, ibu Mawar meninggal di akhir sekolah menengah pertamanya. Saya merasa bahwa kejadian itu membuatnya sedikit berubah. Entah hanya perasaan saya atau bukan, tapi saya merasa bahwa ia menjauh teratur dari saya. Ia jarang main ke rumah saya. Ia jarang curhat tentang sekolah, pacar, dan permasalahannya. Ia juga jarang berkomunikasi dengan saya lagi.

Saya sedih tentu saja. Sahabat yang dulu menjadi kawan berjuang, sedikit demi sedikit menghilang. Mungkin saja saat itu ia tengah sibuk dengan sekolahnya dan kehidupannya diluar sana. Mungkin juga, ia telah menemukan sahabat lain yang lebih membantu dan lebih baik dari saya.

Saya pikir, saya memang tidak banyak membantunya. Selepas ibunya meninggal, ia butuh penyegaran dari segala aktifitasnya. Ia sangat suka piknik. Pasti itu akan membantunya lepas dari segala kepenatan. Tapi saya bukan tipe orang yang sangat suka piknik. Saya hanya sebatas suka saja. Ia sangat mengerti dan memahami saya. Mungkin karena itu, ia jarang mengajak saya piknik. Eh, kok saya kesannya jadi menyalahkan piknik sih. Mungkin ia memang sudah menemukan orang yang dapat membuatnya melupakan sejenak kisah sedih yang ia alami.

Ketika Sahabat Berjuang telah Hilang

Saya mungkin sudah benar-benar kehilangan sahabat sebaik Mawar. Kini dia menganggap saya seperti teman biasa, bukan sahabat. Dia sudah tak pernah berkunjung ke rumah saya, dia juga tidak pernah mengirimi saya pesan lagi. Mungkin ini kesalahan saya juga karena merelakan tangannya begitu saja saat ia berusaha melepaskan genggaman tangan saya.

Hari ini adalah hari pernikahannya. Saya datang ke resepsi pernikahannya tentu saja. Di pelaminan, saya melihatnya yang tampil cantik menggunakan gaun buatannya sendiri bersama suami sahnya. Dia tersenyum bahagia menyapa seluruh tamunya yang mengucap selamat. Tapi meskipun sudah tampil anggun, ia masih seperti Mawar yang biasanya, blak blakan, nggak sopan, dan bertingkah senyamannya.

Tiba saatnya saya mengucap selamat padanya. Saya jabat tangan suaminya. Saya jabat pula tangan Mawar. Saya ucapkan selamat dengan sepenuh hati, berharap ia akan bahagia bersama suaminya ke depannya. Ia hanya membalas,”Habis aku nikah, giliran kamu ya, Kinan.” Saya hanya tersenyum sambil menahan rasa haru. Saya pikir, inilah momen resmi persahabatan kami telah turun pangkat menjadi ‘teman’.

Jagalah Persahabatan dengan Baik

Kehilangan sahabat sangatlah menyakitkan, sedih sekali. Meskipun hanya satu yang hilang, rasanya seperti kehilangan seribu teman. Dunia terasa sepi. Rasanya seperti ketika kehilangan keluarga. Kalian bisa bilang bahwa saya berlebihan. Tapi saya nggak bisa menemukan perumpamaan selain itu.

Untuk itu, selagi kalian memiliki sahabat, ‘peganglah tangannya dengan benar’. Meskipun kalian adalah tipe orang cuek dan sahabat kalian tau seberapa besar cueknya kalian, jangan pernah cuek pada sahabat. Pahami dia, perlakukan dia seperti salah satu anggota tubuh kalian. Bukankah menjaga lebih susah dari pada menemukan?